Obat palsu

Bookmark and Share
Tips Menghindari Obat Palsu
Langkah awal untuk mencapai hasil yang optimal dari suatu pengobatan adalah membeli atau memperoleh obat di tempat yang benar. Beberapa tips membeli obat yang baik untuk menghindari obat palsu adalah :
1.Perhatikan nomor registrasi sebagai tanda sudah mendapat izin untuk dijual di Indonesia.
2.Periksalah kualitas keamanan dan kualitas fisik produk obat tersebut.
3.Periksalah nama dan alamat produsen, apakah tercantum dengan jelas.
4.Teliti dan lihatlah tanggal kadaluwarsa.
5.Untuk obat yang hanya dapat diperoleh dengan resep dokter (ethical/obat keras), belilah hanya di apotek berdasarkan resep dokter.
6.Baca indikasi, aturan pakai, peringatan, kontra indikasi, efek samping, cara penyimpanan, dan semua informasi yang tercantum pada kemasan.
7.Tanyakan informasi obat lebih lanjut pada apoteker di apotek.
Setelah membeli obat di tempat yang benar, penggunaan obat yang tepat merupakan faktor penting untuk memperoleh khasiat yang optimal dari suatu obat. Untuk itu, hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan obat, yaitu :
· Baca aturan pakai pada label/etiket setiap Anda akan menggunakan obat.
· Untuk menghindari kesalahan, jangan menggunakan obat di tempat gelap (Anonim g, 2008).
Kerugian Penggunaan Obat Palsu
Kerugian yang ditimbulkan akibat pemakain obat palsu yaitu :
1. Bagi pasien yang memerlukan pengobatan jangka panjang, obat palsu bisa berakibat sasaran pengobatan tidak tercapai. Misalnya saja, suatu obat dalam data statistik disebutkan bisa mengurangi serangan jantung sampai 25 persen atau mengurangi kemungkinan stroke hingga 30 persen. Namun, karena adanya penggunaan obat palsu, rentang persen tersebut tidak tercapai.
2. Pada kasus penggunaan antibiotika palsu menyebabkan terjadinya resistensi.
3. Obat palsu juga bisa menimbulkan penyakit lain pada pasien, misalnya alergi.
4. Dan yang paling fatal, obat palsu juga bisa merenggut nyawa.
5. Menyebabkan kerugian materi pada konsumen (Anonim h, 2008).
Upaya Pencegahan
Untuk menghindari obat palsu maka diperlukan upaya pencegahan sebagai berikut :
1. Adanya kerja sama antara pemerintah (Depkes, Badan POM, kepolisian, pengadilan, dan kejaksaan) dengan industri, importir, distributor, rumah sakit, organisasi profesi, tenaga medis, apotek, toko obat, konsumen, dan juga masyarakat.
2. Pemerintah harus memberikan jaminan kepada setiap warganya untuk dapat hidup sehat serta fasilitas yang memudahkan dalam mengakses kesehatan, termasuk jaminan terhadap mutu dan kualitasnya.
3. Pengontrolan harga obat di pasaran oleh pemerintah.
4. Memberikan informasi yang benar kepada masyarakat sehingga memeperluas pengetahuan tentang pemilihan obat (Anonim i, 2008).












































Pedoman Umum Deteksi Obat Palsu
Untuk mendeteksi suatu obat dikatakan palsu, dapat dilakukan pemeriksaan melalui dua tahap, yaitu :
a. Pemeriksaan tahap I
1. Pemeriksaan dikukan seperti tercantum dalam uji organoleptik.
2. Pemeriksaan dilakukan terhadap sampel obat yang diduga palsu.
3. Sampel obat dapat berasal dari sampel obat beredar yang diambil dari sarana produksi, distribusi, dan pelayanan obat atau laporan masyarakat atau siumber lain.
4. Pemeriksaan secara organoleptik meliputi antara lain:
- Keadaan fisik sampel, misalnya tablet tidak rata,
- Kemasan, misalnya strip berbeda dengan yang asli,
- Penandaan misalnya pencantuman nomor registrasi yang berbeda,
5. pemeriksaan dilanjutkan ke tahap II apabila hasil pemeriksan tahap I diyakini sampel obat mengandung obat palsu.
b. Pemeriksaan tahap II
1. Pemeriksaan dilakukan oleh BPOM
2. Terhadap obat yang diduga palsu dilakukan pengujian di BPOM di mana obat diambil/ditemukan.
3. Pengujian dilakukan berdasarkan pedoman pengujian.
4. Hasil pengujian doilaporkan kepada Direktorat Pengawasan Obat dan Alat Kesehatan, Dirjen POM, disertai dengan sampel obat pemeriksaan tahap III.
5. Terhadap sampel obat yang diduga palsu dilakuakn pengamanan sementara di tempat disertai pembuatan Berita Acara.
6. Penelusuran sumber/asal-usul sampel obat tersebut.
c. Pemeriksaan tahap III
1. Untuk proses tindak lanjut, maka dilakukan pemeriksaan tahap III
2. Pemeriksaan meliputi:
· Oleh Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan
Apabila diperlukan, maka dilakuakn pengujian kembali terhadap sampel obat yang diduga palsu yang berasal dari BPOM atau sumber lain.
· Oleh Drektorat Pengawasan Obat dan Alat Kesehatan.
Dilakukan evaluasi terhadap kemasan dan penandaan dengan membandingkan dengan obat asli dan bila perlu dikonfirmasikan dengan produsen obat yang asli


Sanksi pemalsu obat menurut Undang-undang (UU) Perlindungan Konsumen Tahun 1999 sebenarnya lumayan berat. Pelaku diancam pidana maksimal lima tahun dan denda Rp 2 milyar.
Berdasarkan pada Undang Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, yaitu Pasal 40 ayat (1), yang berbunyi “Sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan obat harus memenuhi syarat farmakope Indonesia dan atau buku standar lainnya”.dan Pasal 63 ayat(1), yang berbunyi “Pekerjaan kefarmasiaan dalam pengadaan, produksi, distribusi, dan pelayanan sediaan farmasi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.”
Pasal 80 ayat (2) yang berbunyi: Barang siapa dengan sengaja menghimpun dana dari masyarakat untuk menyelenggarakan pemeliharaan kesehatan, yang tidak berbentuk badan hukum dan tidak memiliki izin operasional serta tidak melaksanakan ketentuan tentang jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 80 ayat (4) Barang siapa dengan sengaja :
a. mengedarkan makanan dan atau minuman yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan dan ataumembahayakan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3);
b. memproduksi dan atau mengedarkan sediaan farmasi berupa obat atau bahan obat yang tidak memenuhi syarat farmakope Indonesia dan atau buku standar lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1); dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) (Anonim c, 2008).
 
Penegakan hukum dalam soal obat palsu ini, juga sangat lemah., sanksi yang dijatuhkan pengadilan untuk pelaku pemalsuan obat, sangat ringan. Misalnya, hukuman percobaan selama dua bulan atau denda beberapa ratus ribu rupiah. Padahal, omzet penjualan obat palsu itu sangat besar. Sanksi hukum yang ringan ini cukup mengherankan, sebab sanksi pemalsu obat menurut Undang-undang (UU) Perlindungan Konsumen Tahun 1999 sebenarnya lumayan berat. Pelaku diancam pidana maksimal lima tahun dan denda Rp 2 milyar. Sedangkan versi UU Kesehatan Tahun 1992, pemalsu bisa dikenakan kurungan penjara 15 tahun dan denda Rp 300 juta.
 
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor Hk.00.05.1.3459 Tentang Pengawasan Pemasukan Obat Impor :
1. Izin Edar adalah bentuk persetujuan registrasi obat untuk dapat diedarkan di wilayah Indonesia.
2. Obat Impor adalah obat produksi industri farmasi luar negeri.
3. Pemasukan obat impor adalah importasi obat impor ke dalam wilayah Indonesia baik melalui pelabuhan laut maupun bandar udara.
4. Pendaftar adalah Industri Farmasi atau Pedagang Besar Farmasi yang telah mendapat izin usaha sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Permenkes No. 922/menkes/per/x/1993 tentang ketentuan dan tata cara pemberian izin apotik, khususnya pada pasal 12 ayat 2 yang berbunyi: “obat dan perbekalan farmasi lainnya yang karena suatu hal tidak dapat digunakan lagi atau dilarang digunakan, harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan Direktur Jenderal”.
UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, khususnya bab III pasal 4 mengenai hak konsumen, yaitu
a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
e. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
f. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
Pasal 84 yang berbunyi: “Barang siapa mengedarkan makanan dan atau minuman yang dikemas tanpa mencantumkan tanda atau label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2); Serta pasal (5) yang berbunyi menyelenggarakan sarana kesehatan yang tidak memenuhipersyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) atau tidak memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1); dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) (Anonim c, 2008).

{ 0 komentar... Views All / Kirimkan Komentar! }

Posting Komentar

Silahkan berkomentar.Bergabung dengan Ngiseng Community